Beberapa hari yang lalu, saya berjalan ke toko kelontong vegan New Age di sekitar Austin dan saya melihat sesuatu yang aneh: mereka menjual kalender Adven. Setahu saya, si pemilik toko tidak tiba-tiba tertarik mempersiapkan pelanggan mereka untuk perayaan menyambut Inkarnasi.

Kehadiran kalender Adven yang terasa aneh di toko yang sebagian besar dikhususkan untuk menjual kehebatan penyembuhan dari jamur dan kristal ini merupakan sekularisasi dari masa Adven, yang kini terasa tak jauh berbeda dari dengung komersial dari Natal sekuler. Banyaknya tema kalender Adven—mulai dari Lego, sabun mandi, dan teh, hingga perhiasan Tiffany—menunjukkan bahwa masa Adven telah diambil alih dalam pawai panjang konsumerisme yang dimulai sejak Black Friday hingga hari Natal.

Saya tidak menentang kalender Adven itu sendiri. Dari tiga “kedatangan” Kristus—Inkarnasi, kedatangan-Nya melalui Roh Kudus di dalam gereja, dan kedatangan-Nya yang terakhir sebagai Raja dan Hakim—kalender Adven dapat membantu kita dengan dua “kedatangan” yang pertama. Namun tidak untuk yang ketiga. Sekalipun demikian, seperti yang ditulis oleh Fleming Rutledge dan yang lainnya, justru kedatangan Kristus yang ketiga itulah yang selalu menjadi fokus utama masa kalender gerejawi ini. Dia akan kembali “untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati,” seperti yang disebutkan dalam Pengakuan Iman Rasuli.

Ketika orang Kristen mula-mula mulai berdoa, berpuasa, dan memberi sedekah dalam empat hari Minggu sebelum Natal, sebagian besar dari mereka mempersiapkan diri untuk menerima Dia dalam kemuliaan, Pribadi di palungan yang telah menjadi penyelamat mereka.

Sejak abad keempat dan seterusnya, harapan akan datangnya penghakiman Kristus tertanam dalam bentuk dari masa Adven ini. Pengharapan Adven terutama adalah tentang harapan akan kembalinya Yesus. Bahkan sekarang, dalam liturgi Adven gereja-gereja Anglikan, Katolik Roma, dan Ortodoks, doa dan pembacaan Kitab Suci memiliki fokus seperti laser, yang berfokus pada penghakiman Kristus yang akan datang.

Pesan ini tidak selaras dengan kegembiraan dan kesenangan yang merupakan imbas dari Adven atau Natal sekuler. Siapa yang harus disalahkan untuk hal itu? Saya sama sekali tidak ingin meminimalkan peran komersialisasi dalam merusak karakter masa Natal yang tenang ini. Akan tetapi saya pikir penyebab yang lebih besar—selain tradisi yang telah lama dilupakan oleh orang Kristen Barat—adalah hilangnya kepercayaan bahwa penghakiman terakhir oleh Kristus sebenarnya adalah kabar baik dan oleh karena itu sesuatu yang dinanti-nantikan oleh orang percaya.

Article continues below

Buletin-buletin gratis

Buletin-buletin lainnya

Orang-orang yang dikenal antusias memberitakan kembalinya Kristus dalam penghakiman umumnya dikenal pemarah dan memusuhi orang-orang yang mereka anggap sesat dan tidak percaya. Dari antara para pendeta “misional” yang mendukung budaya, berfokus pada keadilan sosial, dan berkomitmen pada pemeliharaan ciptaan, saya dapat menghitung dengan satu tangan berapa jumlah khotbah yang pernah saya dengar tentang betapa penghakiman Yesus sebenarnya adalah kabar baik.

Lalu, mengapa orang-orang Kristen mula-mula yang memberi kita masa Adven tidak mengalami kesulitan seperti itu? Itu karena mereka dipenuhi dengan sukacita dan pengharapan saat mereka merenungkan kedatangan Yesus dalam kemuliaan dan penghakiman. Umat Kristen mula-mula bukanlah orang yang kejam dan sadis, yang dengan gembira melihat tetangga mereka yang tidak percaya dan berfantasi tentang bagaimana darah mereka akan mengalir di jalanan-jalanan ketika Yesus kembali.

Tentu saja, mereka prihatin tentang nasib dari sesama mereka di kekekalan nanti dan tentang pembaruan personal mereka secara pribadi di dalam Yesus. Penghakiman Kristus bukanlah tentang menyerahkan sejumlah besar orang non-Kristen ke neraka. Hal ini justru merupakan kemenangan terakhir atas tiga musuh kosmik Kristus, yaitu dosa, kematian, dan Iblis, menurut Martin Luther.

Kemenangan Kristus atas kuasa-kuasa ini menggarisbawahi kepastian bahwa ciptaan Allah perlahan tetapi pasti dibebaskan dari perbudakan. Umat manusia berangsur-angsur ditinggikan dan dimuliakan—menjadi “binatang yang didewakan,” dalam ungkapan Gregorius dari Nazianzus yang sangat menusuk.

Gereja mula-mula menyatakan bahwa Anak Allah tidak hanya mengambil tubuh. Dia telah mengenakan sifat manusia itu pada diri-Nya sendiri dan menempatkan seluruh umat manusia pada pijakan baru. Inkarnasi memprakarsai sebuah proses yang terjadi secara senyap dan hampir tanpa disadari dalam membentuk kembali kepribadian dari mereka yang bahkan belum pernah mendengar tentang Kristus—dan juga bagi mereka yang dengan tegas menolaknya.

Karena itu, bagi orang Kristen mula-mula, keselamatan lebih dahulu bersifat korporat dan kolektif sebelum bersifat individual. Hal ini merupakan suatu perombakan terhadap kemanusiaan itu sendiri yang bergema ke dalam kehidupan setiap orang.

Agustinus memahami konsep ini dengan baik. Dalam sebuah homili Mazmur 96, dia menulis bahwa Adam jatuh dan hancur menjadi ribuan kepingan yang memenuhi bumi dengan pertikaian, perang, serta kebencian, “tetapi Sang Rahmat Ilahi mengumpulkan pecahan-pecahan itu dari berbagai sisi, menempanya dalam api kasih dan dilas hingga menjadi satu. Hanya Sang Seniman Agung sajalah yang sanggup menciptakan maha karya seperti ini. … Dia yang membuat ulang adalah Sang Pembuat itu sendiri; Dia yang membentuk kembali adalah Sang Pembentuk itu sendiri.”

Article continues below

Penyelesaian dari proses ini menuntut agar setiap lutut bertelut, setiap lidah mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, dan semua musuhnya—terutama dosa, maut, dan Iblis—dihakimi dan ditaklukkan di bawah kuasa-Nya sebagai Raja.

Bagi gereja mula-mula, keselamatan adalah pembebasan yang telah terjadi dan berlangsung terus-menerus, tanpa terlihat namun mengubah realitas. Ini bukanlah semacam promosi penjualan kepada tetangga untuk suatu produk yang tidak mereka inginkan. Inkarnasi, kehidupan Kristus, kematian-Nya di kayu salib, kengerian api neraka, Kebangkitan, Kenaikan, kedudukan-Nya di sebelah kanan Allah sebagai perantara bagi kita—merupakan rentetan peristiwa yang menghadirkan kerajaan Allah di bumi. Dalam konteks ini, penghakiman terakhir dari Kristus menjadi sesuatu yang diharapkan, dipersiapkan, dan layak untuk dinantikan.

Selama berabad-abad, banyak orang Kristen telah menegaskan bahwa takdir dari kosmos itu sendiri, bahkan tumbuhan dan hewan, harus ditinggikan dan ditransfigurasi bersama dengan umat manusia.

“Sama seperti sebuah bejana perunggu yang telah menjadi tua dan tidak berguna kini menjadi baru lagi ketika seorang pengrajin logam meleburnya dalam api dan mencetaknya kembali,” tulis Santo Symeon, sang Teolog Baru pada abad ke sepuluh berujar, “begitu pula dengan ciptaan, setelah menjadi tua dan tidak berguna karena dosa-dosa kita, … akan tampak baru, jauh lebih terang dari saat ini. Apakah Anda melihat bagaimana semua makhluk diperbarui dengan api?”

Dalam sebuah khotbahnya yang terkenal , John Wesley menyatakan bahwa “maka tidak diragukan lagi, seluruh ciptaan yang kasar akan dipulihkan, tidak hanya soal semangat, kekuatan dan kecepatan yang mereka miliki pada saat penciptaan mereka, melainkan hingga mencapai tingkatan yang jauh lebih tinggi dari apa yang pernah mereka nikmati. Mereka akan dipulihkan, tidak hanya sampai tingkat pemahaman yang mereka miliki saat di surga, tetapi pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari itu, seperti pemahaman seekor gajah yang melebihi cacing.”

Article continues below

Hal ini membuat Anda bertanya-tanya: Apakah binatang yang bisa bicara di Narnia dan kaum ent (mahkluk pohon) di Middle Earth hanyalah dongeng belaka, atau apakah Lewis dan Tolkien dalam beberapa hal menyuarakan harapan patristik bahwa seluruh semesta akan ditransfigurasi di dalam Kristus?

Adven Kristen berbeda dari Adven yang sekuler sehingga kita dapat memulihkan tema-tema dari gereja mula-mula ini. Hal ini menjadi masa pengharapan bagi kita selama kita mampu memulihkan keyakinan kita bahwa kedatangan Kristus kembali dan penghakiman-Nya atas dosa, maut, dan kejahatan adalah sebuah kabar baik.

Ketika kita membuka kalender Adven dan menyalakan lilin kita, maka Adven dapat mengingatkan kita bahwa Kristus datang untuk menghakimi bumi sehingga kita dapat menyatakan diri kita apa adanya, yaitu sebagai putra putri dari Allah yang hidup, yang disempurnakan dan ditransfigurasi bersama dengan seluruh ciptaan yang diselamatkan melalui kedatangan Kristus.

Jonathan Warren Pagán adalah seorang pendeta Anglikan yang tinggal dan melayani di Austin, Texas.

Diterjemahkan oleh Timothy J. Daun.

-

[ This article is also available in English. See all of our Indonesian (Bahasa Indonesia) coverage. ]